NFD's Blog: Lahan Praktik Hukum Tata Negara

Saturday, November 11, 2017

Lahan Praktik Hukum Tata Negara

Share on :





Lahan praktik bagi ilmu hukum tata negara dapat dikatakan cukup luas, banyak, dan terbuka. Bidang-bidang yang terkait dengan hukum tata negara sangat luas, termasuk hukum administrasi, dan men- cakup kegiatan-kegiatan yang sangat luas aspeknya. Kegiatan-kegiatan kenegaraan dan pemerintahan yang tercakup dalam bidang hukum tata negara dan tata usaha negara atau administrasi negara itu mencakup kegiatan-kegiatan:

1. Legislasi dan pembentukan peraturan perundang-undangan;
2. Administrasi yang berkenaan dengan kegiatan pengelolaan informasi dan penyebarluasan informasi hukum;
3. Pendidikan hukum dan pembinaan profesi hukum;
4. Penyelenggaraan hukum atau pelaksanaan dalam arti penerapan hukum oleh pelaksana yang ditentukan oleh hukum tersebut (the administration of law);
5. Aspek hukum kegiatan penyelenggaraan administrasi pemerintahan  negara;
6. Kegiatan penegakan hukum yang dimulai dari penyidikan dan penuntutan hukum;
7. Penyelenggaraan  peradilan  sampai  ke pengambilan  putusan hakim yang bersifat tetap;
8. Pelaksanaan putusan pengadilan dan pemasyarakatan terpidana) pendidikan dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat.
9. Pendidikan dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat

Kesembilan bidang kegiatan tersebut, terutama berkenaan dengan aspek-aspek pelembagaannya (instellingen), pengaturan (regelendaad), dan pengambilan ke- putusan (besslissing) lainnya, menyediakan lahan yang sangat luas untuk kegiatan praktik hukum tata negara. Ketujuh kegiatan itu juga menyangkut tugas-tugas banyak lembaga hukum dan pemerintahan, tempat hukum tata negara dipraktikkan, yaitu:
a. lembaga parlemen seperti MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. DPRD Kabupaten/Kota di seluruh Indo- nesia tercatat berjumlah440 DPRD;
b. lembaga administrasi pemerintahan eksekutif secara vertikal mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah provinsi, dan kabupaten/kota, dan secara horizontal mulai dari departemen pemerintahan, lembaga pe- merintahan non-departemen, dewan-dewan, komisi- komisi dan badan-badan eksekutif yang bersifat inde- penden, semuanya memerlukan dukungan expertise di bidang hukum tata negara;
c. lembaga-lembaga penegak hukum mulai dari Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Kepolisian, Kejaksaan, Advokat, dan badan-badan peradilan serta quasi peradilan baik secara vertikal maupun se- cara horizontal di seluruh Indonesia

Semua lembaga-lembaga negara dan badan-badan pemerintahan tersebut di atas membutuhkan dukungan keahlian dari para sarjana hukum tata negara. Misalnya, di bidanglegislature saja, di tingkat pusat, kita memiliki 3 (tiga) lembaga, yaitu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah), dan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Anggota ketiga lembaga ini berjumlah lebih dari 750 orang. Sedangkan di tingkat provinsi terdapat 33 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan di tingkatKabupaten/Kota 440 DPRD. Jika rata-rata setiap anggota lembaga perwakilan ini, baik di tingkat Kabupaten/Kota dan provinsi di seluruh Indo- nesia berjumlah 30 orang saja, ditambah dengan jumlah anggota DPR dan DPD di tingkat pusat, maka berarti anggota parlemen kita di seluruh Indonesia berjumlah lebih dari 15.000 orang. Idealnya, setiap anggota par- lemen lokal maupun nasional didampingi oleh sekurang- kurangnya beberapa orang legal advisor sebagai staf ahli di bidang hukum tata negara. Jika dihitung dengan kebutuhan minimal saja, misalnya, satu orang staf ahli, maka jumlah sarjana hukum tata negara yang dapat di- butuhkan juga sekurang-kurangnya 15.000 orang.

Bahkan, seperti terlihat di berbagai parlemen negara-negara yang sudah maju, apa yang biasa dikerjakan oleh anggota DPR dan DPRD di Indonesia di bidang legislasi, cukup dikerjakan oleh staf ahli yang terdiri atas para ahli hukum. Misalnya, diskusi dan perumusan kata- kata redaksional undang-undang dan peraturan daerah, tidak perlu dikerjakan oleh anggota DPR dan DPRD.

Para politisi cukup memikirkan dan memutuskan hal-hal yang menyangkut prinsip kebijakannya saja. Sedangkan raturan cukup diserahkan kepada staf ahli saja. Dengan demikian, peranan staf ahli yang terdiri atas para ahli hukum sebagai legal dafter menjadi sangat penting, dan lama kelamaan terbentuk menjadi suatu profesi tersendiri yang memang perlu dipersiapkan dalam jumlah dan mutu yang memadai.

  Di bidang administrasi negara di lingkungan lembaga-lembaga negara dan badan-badan pemerintahan lainnya, juga selalu diperlukan peranan para sarjana hukum tata negara dalam arti luas, yaitu termasuk sarjana hukum administrasi negara. Setiap lembaga negara dan badan pemerintahan selalu membutuhkan direktorat hukum, biro hukum, bagian hukum, divisi hukum, atau petugas-petugas di bidang hukum. Meskipun sifatnya sangat relatif, tetapi dapat dikatakan bahwa yang tepat untuk memimpin pelaksanaan tugas-tugas di bidang hukum itu adalahpara sarjana hukum tata negara, bukan bidang hukum yang lain.

Namun demikian, di antara semua fungsi dan lembaga-lembaga tersebut di atas, yang paling berpe- ngaruh terhadap perubahan orientasi ilmu hukum tata negara adalah pembentukan lembaga peradilan konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi. Dengan telah terben- tuknya Mahkamah Konstitusi berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, sesudah reformasi, maka tersedialah lahan praktik beracara di pengadilan bagi ilmu hukum tata negara. Bidang kajian yang semula hanya bersifat teoritis-politis berkembang menjadi bidang kajian yang dapat dipraktikkan di pengadilan dngan orietansi juristik. Dengan adanya lembaga ini, yang pada hakikatnya berfungsi sebagai pengawal demokrasi dan konstitusi, maka sangat dirasakan perlunya banyak ahli hukum tata negara di seluruh tanah air.

Dengan demikian, orientasi pengkajian dapat berkembang menjadi lebih praktis dan dinamis, termasuk dengan mempertimbangkan penggunaan metode studi kasus atau case studyseperti yang dipraktikkan dalam sistem pendidikan hukum di negara-negara yang menga- nut tradisi case-law atau common law. Para dosen dan mahasiswa dapat menjadikan perkara-perkara konstitusi yang telah diselesaikan melalui putusan (vonnis) yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijs) oleh Mahkamah Konstitusi sebagai bahan kajian. Demi- kian pula, para peneliti dan pakar hukum tata negara dapat berperan aktif mengadakan peninjauan hukum atau law review melalui jurnal-jurnal hukum yang  ada sehingga denganbegitu, kegiatan akademis di bidang hu- kum tata negara di tanah air kita dapat terus tumbuh dan berkembang secara aktif di masa-masa yang akan datang.

Di pihak lain, dengan keterlibatan para politisi ang- gota DPR dan DPRD itu dalam urusan-urusan redak- sional, akan menyebabkan mereka kehabisan waktu. Padahal, para politisi anggota DPR dan DPRD tidaklah dipersiapkan untuk maksud menjadi legal drafter. Sementara itu, lahan praktik bagi para ahli hukum, terutama sarjana hukum tata negara menjadi tidak ber- kembang, karena justru diambil oleh para politisi yang seharusnya memikirkan kebijakan-kebijakan yang lebih substantif untuk kepentingan rakyat yang diwakilinya. Dengan perkataan lain, di masa depan, potensi lahan praktik bagi sarjana hukum tata negara akan terbuka semakin lebar bersamaan dengan kesadaran orang akan peran dan fungsi tenaga ahli atau staf ahli (expertise) di lingkungan lembaga perwakilan rakyat.

Demikian pula fungsi-fungsi hukum di lingkungan cabang kekuasaan eksekutif, juga membutuhkan dukungan keahlian dari para sarjana hukum tata negara. Di semua jajaran instansi pemerintahan, selalu dibutuhkan adanya direktorat hukum, biro hukum, bagian hukum, divisi hukum, ataupun seksi hukum. Di semua unit kerja demikian itu, diperlukan pula banyaksarjana hukum tata negara dan sarjana hukum administrasi negara dalam jumlah dan mutu keahlian yang memadai dan dapat diandalkan. Belum lagi aparat di lingkungan paradilan tata usaha negara, para advokat, dan konsultan hukum juga membutuhkan banyak sarjana hukum di bidang ini.

Para anggota DPR dan DPD di tingkat pusat pun sebenarnya masing-masing harus pula dilihat sebagai institusi-institusi yang tersendiri. Oleh karena itu, setiap anggota DPR dan DPD itu sudah seharusnya dilengkapi dengan sejumlah staf ahli, di mana salah satu di antara- nya harus dipastikan berlatar belakang sarjana hukum tata negara. Anggota DPR dan anggota DPD adalah jabatan resmi kenegaraan. Menurut teori Hans Kelsen, dalam masing-masing jabatan negara itu terdapat law creating function dan law applying function, sehingga dapat disebut secara sendiri-sendiri sebagai organ negara atau state organ (staatsorgan). Oleh sebab itu, adalah wajar jika setiap organ jabatan itu dipandang sebagai suatu institusi yang tersendiri yang tentunya harus dilengkapi secara memadai dengan sejumlah staf, perlengkapan kantor, dan perangkat penunjang lain yang diperlukan.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, misalnya, seorang Senator biasa mempunyai staf antara 25–35 orang yang seluruhnya dibayar dan diberi honor dari anggaran negara, meskipun sistem kerjanya berdasarkan kontrak selama masa jabatan Senator yang dibantunya itu menduduki jabatannya. Dengan demikian, tugas dan fungsi seorang anggota lembaga perwakilan rakyat dapat efektif dalam menyalurkan dan memperjuangkan ke- pentingan rakyat yang diwakilinya. Dalam kaitan itu, staf ahli di bidang hukum, khususnya hukum tata negara merupakan keniscayaan. Oleh karena itu, dapat dikata- kan bahwa di masa-masa mendatang, kebutuhan negara kita akan tenaga ahli hukum tata negara ini, sebagai- manajuga dialami oleh semua negara-negara maju, akan terus meningkat seiring dengan tingkat perkembangan kesejahteraan masyarakat dan kematangan sistem de- mokrasi yangdikembangkan dalam praktik.

Apalagi jika di lingkungan instansi yang bersang- kutan terdapat pula fungsi PPNS atau Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang sekarang ini jumlahnya lebih dari 52 macam yang tersebar di berbagai sektor dan instansi pemerintahan. Misalnya, petugas-petugas pajak, bea cukai, imigrasi, meteorologi, lalu lintas jalan raya, polisi hutan, hak kekayaan intelektual, pengawas obat dan makanan, dan lain-lain sebagainya diberi tugas pula di bidang penyidikan. Fungsi penyidikan oleh petugas- petugas tersebut diciptakan atau diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan atau bahkan oleh un- dang-undang yang kadang-kadang sangat berorientasi kepada substansi fungsi dari sektor masing-masing sede- mikian rupa, sehingga agak mengabaikan aspek hukum- nya. Padahal, sebagai pejabat penyidik PPNS, fungsinya jelas termasuk ranah pro-justisia yang memerlukan keahlian di bidang hukum. Meskipun tidak mutlak, seharusnya bidang ini juga ditangani oleh sarjana hukum tata negara, khususnya para sarjana hukum administrasi negara.

Di bidang tugas kejaksaan, keahlian yang diutama- kan adalah di bidang hukum pidana. Namun, keahlian di bidang hukum pidana itu adalah menyangkut aspek materiel atau substansi dari fungsi kejaksaan itu, se- dangkan aspek formil atau aspek kerangka dari fungsi kejaksaan itu tetaplah merupakan bidang hukum tata negara. Misalnya, pengkajian mengenai persoalan inde- pendensi struktural lembaga kejaksaan dan mekanisme hubungan antara kejaksaan dengan lembaga negara yanglain, seperti kepolisian, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Nasional HAM, dan sebagainya, sepenuhnya merupakan aspek-aspek yang berkaitan dengan hukum tata negara, bukan hukum pidana. Apalagi di lingkungan kejaksaan juga terdapat fungsi-fungsi yang menangani persoalan perdata dan tata usaha negara yang dipimpin oleh seorang Jaksa Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu, di lingkungan kejaksaan, dibutuhkan banyak sarjana hukum tata negara dan hukum administrasi negara, di samping para sarjana hukum pidana.

Sebagai akibat adanya mekanisme peradilan kon- stitusi dengan berbagai putusan-putusannya yang ber- sifat final dan mengikat untuk umum itu, maka tersedia pula bahan-bahan hukum yang timbul dari pengalaman praktik yang bersifat empiris dalam bangsa kita. Apalagi oleh Mahkamah Konstitusi, putusan-putusannya itu di- edarkan secara luas dan dapatpula diakses secara mudah melalui internet, sehingga secara mudah dapat dijadikan bahan bagi para mahasiswa dan para peneliti dalam melakukan pengkajian hukum tata negara. Hal ini dapat mendorong pengkajian yang dilakukan di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya tidak lagi terpaku pada teks-teks undang-undang dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum tata negara, tetapi juga diperkaya oleh kasus- kasus yang tercermin dalam putusan-putusan Mahkamah  Konstitusi.

Dengan perkataan lain, dengan adanya Mahkamah Konstitusi, hukum tata negara atau constitutional law dapat terus berkembang, baik di dunia teori maupun praktik dengan didukung oleh para sarjana hukum tata negara yang cukup banyak dan bermutu. Kebutuhan akan banyaknya sarjana hukum tata negara itu tentu tidak saja dimaksudkan untuk keperluan praktis beracara di Mahkamah Konstitusi, untuk menjadi calon-calon hakim konstitusi, atau pun untuk maksud bekerja di Mahkamah Konstitusi. Hakim konstitusi kita hanya berjumlah 9 (sembilan) orang, dan jumlah pegawainya pun tidak terlalu banyak.
Oleh sebab itu, kebutuhan akan banyaknya tenaga ahli yang bermutu itu adalah untuk kepentingan yang lebih luas, yaitu sebagai mitra bagi Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal demokrasi dan konstitusi (the Guardian of democracy and the constitution) ataupun sebagai penjaga atau pelindung hak konstitusional warganegara (the Protector of the constitutional rights). Untuk mengawal proses demok- ratisasi di tingkat nasional dan dinamika demokrasi lokal di seluruh Indonesia, diperlukan sangat banyak sarjana hukum yang menggeluti bidang hukum tata negara dan hukum administrasi negara untuk bekerja di biro-biro hukum, bagian-bagian, ataupun divisi-divisi hukum, baik di sektor formal maupun di sektor informal, baik di sek- tor negara, di sektor masyarakat madani (civil society), ataupun di sektor dunia usaha (market).

Daftar Pustaka:

 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid 1, Kompress, Jakarta, 2006

Asshiddiqie, Jimly. 2016. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Jimly Asshidiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, BIP-Gramedia, Jakarta, 2007.


NAMA : NAYAKA FALLY DIARSA
NIM     : 02011281621195
HUKUM KONSTITUSI B
UNIVERSITAS SRIWIJAYA KAMPUS INDRALAYA

4 comments:

  1. Topik dan materi sangat menarik dan sangat lengkap, lebih baik jika tulisannya ditata rapi agar mudah dibaca.

    ReplyDelete
  2. Penjelasan dalam artikel ini mengenai lahan praktik hukum tata negara sangat baik,terutama dari penjelasan kegiatan kegiatan kenegaraan/pemerintahan dalam HTN yg lengkap sekali, namun dari segi aspek penulisan,sebaiknya lebih dirapikan lagi

    ReplyDelete
  3. artikel ini sangat membantu saya sbg mahasiswa dalam memahami lebih tentang aspek hukum tata negara. terima kasih

    ReplyDelete
  4. Artikel ini sudah cukup bagus tetapi alangkah lebih baiknya apabila ditambahkan latar belakang dan pendahuluan. Terima kasih

    ReplyDelete

ShareThis